Wednesday, January 19, 2011

Wirausaha: Dimulai dari usia dini

Semangat wirausaha menjadi sebuah slogan bahkan program yang terus di”kampanyekan” untuk dapat meningkatkan kesejahteraan (baca: perekonomian) masyarakat Indonesia. Sebuah gagasan yang bukan Cuma menjadi program kampanye para pemimpin bangsa, namun sebuah obat mujarab bagi sakitnya perekonomian kita yang diibaratkan keluarga, adalah sebuah keluarga besar dengan anak yang sangat banyak dimana sebagian besar anak dan cucunya hanya mau bekerja diperusahaan keluarga dan sedikit yang menginginkan berwirausaha dan membuka lapangan kerja sendiri.
Kepedulian tentang kewirausahaan juga menjadi perhatian besar dari wakil presiden Boediono. Menurut wakil presiden, kewirausahaan bukan sesuatu yang bisa dipelajari dengan teks book dan teori saja namun juga harus secara langsung dipraktekkan dan dimatangkan dengan pengalaman. Berdasarkan pengalaman mengajar Ilmu Ekonomi, Wapres mengatakan belajar Ilmu ekonomi bukan dipersiapkan menjadi wirausaha tapi lebih ke arah pengetahuan mengenai kegiatan ekonomi suatu negara atau daerah.
“Di dalam wirausaha ini memerlukan pengajaran motivasi, dan sebaiknya para pengajar sebelum masuk ke mata kuliah inti di awal perkuliahan diawali dengan memberikan motivasi dan memberikan contoh-contoh. Nampaknya kegiatan ini belum berjalan dengan baik,”ujarnya.
Pernyataan ini harusnya disikapi oleh seluruh pengambil keputusan di Negara ini, bahwa sebenarnya kekurangan kita adalah “kurikulum” motivasi terhadap masyarakat tentang kesadaran dalam berwirausaha. Karena dalam kenyataannya di negara kita kecenderungan menjadi wirausaha masih didominasi oleh para lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan minta dari lulusan perguruan tinggi terhadap kewirausahaan masih sangat rendah.
Kepedulian kita terhadap pembangunan ekonomi yang untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebaiknya mulai melakukan pembenahan yang terencana dengan baik pada “pembibitan” generasi yang gemar terhadap kewirausahaan. Karena yang harus disadari bahwa tidak ada satupun lembaga formal yang dapat secara jitu melahirkan wirausahawan. Berdasarkan pengalaman bahwa pendidikan formal yang ada mengajarkan teori-teori mengenai usaha dengan berlandaskan pada teori-teori keilmuan. Hampir semua pendidikan formal mengenai ekonomi dan bisnis adalah ilmu-ilmu yang dijuruskan pada “mengelola uang orang” buka mengelola uang sendiri.
Kita bisa lihat bahwa dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi APEC, diperlukan satu unit UKM untuk setiap 20 orang penduduk, sehingga diperlukan tambahan 70 juta UKM di kawasan anggota APEC sampai dengan tahun 2020 (Harvie dan Hoa, 2003). Hal ini berdasarkan hasil kajian Pacific Economic Cooperation Council bahwa anggota ekonomi APEC yang maju, umumnya memiliki rasio wirausaha terhadap terhadap jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan dengan anggota APEC yang tergolong sedang berkembang. Soetrisno (2003) menyebutkan bahwa untuk kasus Indonesia, diperlukan tambahan 20 juta unit UKM di luar sektor pertanian sampai dengan tahun 2020, mengingat sebagian besar UKM berada dalam skala industri rumahtangga.( JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006)
Ketika kita mulai mengecilkan area pembahasan , maka dari semua hal sebelumnya kita coba menoleh pada keadaan Batam. Dengan pertumbuhan GDP yang lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia, Singapura dan Indonesia (World Bank & Batam Development Progress 2010, diolah) maka seharusnya secara iklim usaha Batam tidak menemukan masalah apapun dalam pembangunan “bibit” kewirausahaan. GDP Batam perkapita mencapai nilai US$ 4.718 yang berada diatas Indonesia dan sekitar 60% dari Malaysia, dan dapat menjelaskan bahwa iklim investasi di Batam memang cukup sehat dan mampu memberikan produksi yang tumbuh dan tinggi bagi Batam.
Tinggal sekarang bagaimana unsur pemerintah, dunia bisnis dan masyarakat membangun kesadaran pentingnya untuk tumbuh wirausaha-wirausaha baru di Batam. Formula mengenai ini harus ditelurkan bersama bahwa dengan logika sederhana, jika anggka pengangguran makin tinggi, maka tahun kedepan sekitar 1000 orang yang mulai sadar bahwa berusaha sendiri itu nikmat, maka diambil saja per usaha yang didirikan menyerap 1 tenaga kerja mampu mengurangi penganguran terbuka sebanyak 1000 pengusaha ditambah 1000 pekerja.
Menurut sosiolog Dr. David McClelland, dari Harvard dalam bukunya “The Achieving Society (Van Nostrand, 1961), menulis bahwa negara bisa makmur apabila minimal 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Saat ini Pengusaha Indonesia masih kurang dari 1 juta atau tidak sampai 0,5 %. Apabila jumlah penduduk di Batam adalah 1 juta maka kita seharusnya memliki pengusaha sebanyak 20 ribu pengusaha.
Ketiga unsur (pemerintah swasta dan masyarakat) mempunyai tugas besar dengan merubah paradigma wirausaha dari lingkungan paling kecil terdahulu dan kemudian mulai diformalkan pada lingkungan sekolah. Usaha memerlukan waktu dan energi yang banyak, seperti yang dikatakan oleh Wiyandi (2004) bahwa menanamkan mental wirausaha pada diri individu dapat menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki kualitas jiwa yang mereka miliki. Hal ini dikarenakan wirausaha merupakan suatu bentuk upaya yang digunakan untuk memperkaya pengetahuan dan kesadaran mengenai sikap mental yang nantinya dapat digunakan dalam pembangunan karakter bangsa.
Beberapa contoh yang dapat dilihat adalah contoh dari negara-negara lain seperti Amerika, India, Jepang dan Taiwan. Negara memberikan bantuan khusus untuk usaha-usaha baru bagi wiraushawan pemula .Disinilah fungsi pemerintah untuk meluruskan paradigma pembangunannya, dimana kesejahteraan adalah tujuan akhir dari pembangunan. Konsep cost (biaya) dan investasi terhadap program wirausaha jangan terus dikedepankan dan diperdebatkan. Sebenarnya dengan pembiayaan pemerintah dalam program “pembibitan kewirausahaan” bukan merupakan beban biaya bagi sebuah daerah, namun merupakan investasi abadi untuk kesejahteraan rakyat yang memang akan dirasakan jangka waktu kedepan. Landasan dan kebijakan kunci untuk pertumbuhan wirausaha baru atau pemula dan justru akan mengurangi beban pemerintah dimasa datang.
Dari fenomena kewirausahaan maka penulis mengusulkan beberapa langkah awal yang harus dilakukan oleh kita di Batam adalah:; pertama, menanamkan mimpi kepada anak-anak kita bahwa menjadi wirausaha itu sebuah prioritas, dan bukan lagi menjadi PNS ataupun pekerja di “PT-PT”. Dari mimpi ini akan muncul motivasi terhadap cita-cita menjadi wirausahawan. Kedua; mengenalkan dalam keluarga mengenai kegiatan wirausaha dan jangan lupakan bahwa didalam bisnis disamping keuntungan ada juga resiko, semakin dini usia mereka mengenal resiko semakin kuat analisis mereka terhadap dunia usaha kedepannya. Ketiga; pemerintah membuatkan kurikulum wirausaha disekolah formal semenjak dini. Keempat; menelurkan peraturan dan kebijakan yang pro wirausaha, karena program wirausaha adalah investasi abadi bukan biaya bagi pemerintah. Kelima; sektor dunia usaha besar diberikan kewajiban untuk mempunyai usaha mikro dan kecil binaan sebagai langkah kongkret dukungan terhadap perekonomian kita.

2 comments:

Anonymous said...

mengapa tidak:)

Anonymous said...

hi to all www.dendigustinandar.blogspot.comers this is my first post and thought i would say hi -
regards speak again soon
g moore