Monday, December 15, 2008

BBM Turun: Terimakasih Pemerintah


Harga BBM turun dalam 2 minggu ini. Sebuah berita yang menggembirakan tetapi sekaligus juga terasa ganjil. Tidak muncul respon kegembiraan namun hanya biasa saja menerima dengan syukur yang disimpan didada masing-masing. Terlebih lagi para pengamat hanya mengatakan itu demi popularitas menjelang Pemilu dan Pilpres.

Terserah apapun yang diniatkan oleh pemerintah, namun patut kita syukuri bahwa sedikit banyak beban kita akan berkurang. Coba kita sekarang berfikir apabila terjadi pengurangan harga kebutuhan pasti akan berakibat menurunnya pengeluaran biaya kita. Terlepas dari sekarang harga naik, daya beli kita turun ataupun krisi global dunia, tetapi yang harus kita ucapkan sekarang adalah Alhamdulillah, bahwa masih ada langkah pemerintah yang pro kepada rakyat. Mungkin efeknya tidak sebesar waktu harga BBM naik yang berakibat inflasi bias naik pesat, tetapi paling tidak kemampuan kita mensyukuri hal ini yang harus didepan.

BBM adalah salah satu kebutuhan hidup yang menguasai semua lini kehidupan sebelum energi alternative yang lain dikembangkan. Kita bias melihat ini dalam kacamata yang luas dengan melakukan persiapan yang lebih terhadap gejolak yang akan terjadi nantinya. Kita juga mampu berbuat lebih dengan menunjukkan simpati besar kepada pemerintah.

Baik kiranya apabila kita melakukan gerakan terimakasih yang dalam terhadap keputusan pemerintah seperti sewaktu pemerintah menaikkan BBM dengan drastis, kita harus berperang argumen, fisik dan energi lain. Lebih fair kita mengkritisi ini terbuka bahwa terimakasih yang dalam melihat pemerintah juga memperlihatkan komitment mereka. Ada yang bilang terlambat, tetapi mereka juga menikmati hasilnya. Ada yang bilang itu terdapat agenda politik, tetapi mereka juga bukan meminta harga BBM tetap. Semua menikmati ini.

Kenapa susah buat kita mengucapkan rasa terimakasih, terutama buat lawan-lawan politik yang harusnya lebih besar hati melihat ini menjadi kepentingan semua rakyat. Memang susah melihat sebuah keberhasilan dari lawan politik, tetapi ini juga harusnya menjadi pelajaran buat kita bahwa mengucapkan terimakasih adalah penting bagi kepada siapapun yang telah berbuat untuk kebaikan dan ini harusnya menjadi budaya bagi kita semua.

Kalau anak kita yang masih kecil mengambilkan kita koran, kita pasti mengucapkan terimakasih nak. Tetapi ketika kita beli koran dijalan kita jarang mengucapkan terimakasih karena kita merasa menolong mereka dengan memberli korannya, dan kita tidak pernah merasa ditolong mendapatkan informasi. Kalau kita telah mengerjakan tugas dari atasan, walaupun dia yang menyuruh kita pasti tidak lupa mengucapkan terimakasih, apapun alasannya baik basa-basi, kesopanan atau karena mendapatkan kesempatan kita otomatis mengatakan terimakasih. Tetapi kalau kita beli bensin kita bahkan tidak mau turun dari mobil apalagi mengucapkan terimakasih.

Pernah kita berfikir untuk berterimakasih kepada orang yang telah membangun jalan raya yang sering kita lewati? Pernahkah kita berterimakasih kepada petugas PLN yang senantiasa menghidupkan listrik untuk kita? Pernahkah kita berterimakasih kepada petugas PDAM yang terus menjaga supply air kerumah kita? Atau pernahkah kita berterimakasih kepada semua yang kita dapat dengan mudah? Terimakasihlah kepada Alloh SWT dan jangan lupa terimakasih pada mereka yang telah menjadi mediator Alloh ke kita karena semua jasa-jasanya. Mudahkan ucapan terikasih kita kepada semua mahluk dan perbanyak rasa syukur kita kepada apa yang kita dapat.

Yok mulai dari sekarang kita menjadi bangsa yang berbudaya dengan mulai dari kita untuk mengucapkan sebanyak mungkin kata terimakasih dan jangan lupa segera kita mulai kepada orang terdekat kita, anak buah kita, office boy kita, istri kita, anak kita, teman kita dan semua yang tiap hari kita temui

Terimakasih Pemerintah Indonesia, kalian telah menurunkan harga BBM sehingga kami dapat membeli bensin lebih murah. terimakasih sehingga beda harga ini membuat kami bisa makan lebih banyak lauk dari sebbelumnya. Terimakasih Pemerintah dengan beda harga ini kami juga bisa mengajak jalan-jalan keluarga kami. Terimakasih semuanya dan teruslah berfikir untuk kami dan kami akan ucapkan terimaksih padamu.

Antara Soeta dan Gambir:We are nice people


Sebuah cerita kecil terkadang membuat kita tersenyum melihat sebuah kenyataan yang selalu berseberangan. Seperti ada yang kaya dan ada yang miskin, ada yang baik ada yang jahat dan semua keterbalikan untuk sebuah dinamika kehidupan. Kita juga sering bermimpi, seperti Jhon Lennon, yang bermimpi tentang semua keadaan yang baik-baik saja, bermimpi semua menjadi sama tanpa perbedaan, sehingga tidak akan terjadi perang dan saling menyakiti.

Saya pernah ada pengalaman kecil yang hikmahnya besar, apalagi terjadi ditengah sebuah ancaman badai krisis global, dimana saya menyaksikan sendiri sebuah kenyataan bahwa bangsa Indonesia memang masih terdapat orang-orang yang ingin berbuat baik dan mau berbuat baik. Kisah ini dimulai ketika saya akan menuju sebuah tempat di Jakarta, ketika itu saya baru saja mendarat di Bandara Soeta-Banten, dan naik Bis Damri menuju Gambir. Didalam bis, seperti biasa kami berebut duluan untuk mendapatkan tempat duduk, alhamdulillah saya dapat tempat dinomer dua paling belakang. Nikmat betul rasanya dalam keadaan lelah saya bias duduk tenang sementara yang lain, sekitar 7-8 orang harus berdiri sampai tujuan. Disebelah saya duduk seorang laki-laki sekitar 40 tahunan, dan bertampang ‘sangar”, rambut agak memutih, badan kekar serta sulit senyum. Saya juga ragu menyapa karena sudah menilai dia sebagai sosok “preman”, gimana enggak mukanya saja sudah galak.

Kami menunggu bis untuk berangkat, dan saya melihat dari semua yang berdiri ada seorang ibu-ibu berusia sekitar 40an juga berdiri diantara para lelaki. Otomatis jiwa ketimuran saya langsung merasa aneh, kok ada ibu-ibu berdiri, harusnya para laki-laki ada yang mengalah. Tapi saya juga kok saat itu nggak sadar kalau saya juga laki-laki, dan setelah tersadar saya berniat akan memberikan tempat saya kepada ibu tersebut. Tapi saya menunggu saat yang tepat, menunggu bis itu jalan, menunggu apabila ada lagi yang masuk bis, siapa tahu dia lebih renta, menunggu-menunggu tanpa bertindak dengan alasan yang saya buat dihati saya.

Setelah bis itu berjalan, saya langsung merasa ini mungkin saatnya saya harus berkorban (merasa sudah hebat mau berkorban), saya mulai beanjak dari tempat duduk. Tiba-tiba, lelaki “sangar” sebelah saya berdiri dengan cepat dan langsung memanggil ibu tersebut untuk menawarkan tempat duduknya. Saya yang sudah terlanjur berdiri kaget malu, kok dia duluan yang menawarkan temapat duduk, dan herannya saya hanya terlambat 1 detik saja. Melihat saya lebih muda, saya katakana, “pak, Bapak aja yang duduk, saya berdiri saja”. Dia menolak, dan terjadi perdebatan kecil agar saling mempersilahkan duduk. Akhirnya saya yang mengalah untuk duduk, karena Bapak tadi keukeh mau berdiri saja. Tiba-tiba ada juga seorang laki-laki dibelakang kami nyeletuk, “ Ya sudah saya saja yang ngalah, Bapak duduk saja dan saya yang bediri!”. Dan tetap saja Bapak “sangar” tadi tidak mau, dia memilih untuk berdiri.

Mengagumkan, itu kata yang tepat melihat suasana islami dan saling menghormati terjadi dalam sebuah bis dimana kami semua tidak pernah kenal satu sama lain. Sebuah niat baik dari orang Indonesia yang menghormati wanita dan memahami pengorbanan seorang lelaki. Saya semua penumpang seperti tersihir dengan suasana itu, semua sepertinya menemukan sebuah cita-cita founding father kita dalam suasana tolong menolong dan tolerasi.

Sayangnya Susana ini dirusak oleh kondektur bis tersebut, dimana setelah kejadian itu dia datang megutip uang dengan ngomel-ngomel, apalagi ketika ibu tadi menyodorkan uang 50rb, dia berkata ketus,”pake uang pas saja, tidak ada kembalian” dengan wajah masam dan nada tinggi dank eras. Saya tersebyum dalam hati, Ya, Allah, Kau tunjukkan sebuah kenyataan, ditengah suasana islami yang baru kami temui dengan suasana haru, Kau tunjukkan suasana lain yang menyakiti hati orang melalui seseorang yang harus mengeluarkan kata-kata kurang pantas lewat nada dan isinya. Hilang suasana ikhlas, sabar dan senyum kami semua, kemudian waktu berlalu dengan penuh hening, tanpa ada percakapan lagi.

Hikmah dari kejadian ini buat saya adalah, ketika kita ingin berbuat baik jangan ditunda satu detikpun. Kejadian diatas membuktikan bahwa ternyata untuk sebuah kebaikan, saya terlalu lambat bertindak sehingga orang lain (yang saya sudah berburuk sangka menganggap dia “sangar”) melakukan tindakan baik lebih dulu, bayangkan saja pahala yang dia dapat. Sedangkan seharusnya kita bias mendapatkan kebaikan yang maksimal jadi kurang maksimal karena terlambat. Kembali menyitir 3M A’a Gym, makanya untuk berubah, marilah kita berubah untuk kebaikan dengan mulai dari diri kita sendiri (dalam konteks ini niatkan untuk kita yang berkorban), mulai dari hal yang kecil, dan mulai saat ini juga (nah ini yang susah, cerita tadi membuktikan saya juga menunggu siapa tau ada yang mau duluan). Semoga dengan kejadian diatas merubah saya dan yang membaca tulisan ini untuk selalu tergugah untuk menjadi lebih baik dari yang kemarin.

Musholla Kita Kotor:Kenyataan Menyakitkan


Awal bulan Desember 2008, saya menjadi panitia acara konvensi sebuah profesi di Batam. Dan sevagai panitia saya harus hadir pada saat sebelum pembukaan. Kebetulan hari ini saya harus melewati kesibukan cukup padat di kantor dan baru bisa hadir di Hotel berbintang 4 yang terletak di daerah Jodoh-Batam, tempat venue acara itu pada pukul 16.45 WIB. Itu berarti saya belum sempat menjalankan Sholat Ashar dan saya menyadari itu, sebelum berangkat saya niatkan untuk menjalankan sholat di hotel dimaksud.

Setelah sampai dihotel, saya menyapa beberapa teman panitia terlebih dahulu, dan kemudian saya pamit untuk menjalankan sholat. Saya bertanya kepada pegawai hotel dimana letak Musholanya, dan ternyata ada di lantai 2. Kemudian saya menuju Mushola, melepas sepatu, jam tangan, mematikan HP dan kemudian menuju tempat wudhu. Sampai ke tempat wudhu ternyata gabung dengan toilet, dan yang saya kaget tempat wudhunya ternyata hanya satu didalam toilet. Lebih kaget lagi, melihat kran dan pipanya berwarna coklat berkarat. Yang membuat saya mengerutkan dahi, setahu saya Hotel ini salah satu yang terbaik di Batam dengan fasilitas seperti toilet yang wangi, marmer, kran bagus, interior yang standar internasional dan kelengkapan lainnya. Melihat warna kran duntuk wudhu, tempat wudhu dan fasilitas wudhu, saya Cuma berfikir bahwa bagaimana mungkin ya didalam satu ruangan (toilet dan wudhu) terjadi perbedaan perlakuan. Kran dan pipa kok jayh dari estetika, dimana kran cuci tangan sangat indah, dudukan kloset juga bagus, dan semua yang ada indah kecuali disudut tempat wudhu.

Mungkin ini biasa bagi kita melihat tempat untuk ibadah dan fasilitasnya disebuah tempat umum adalah minim. Khususnya tempat ibadah untuk Agama Islam, selalu musholanya tidak indah (kalo tidak boleh disebut kumuh), ditempatkan di posisi yang tidak strategis, berbau karena dekat parkir, mukena umunya berbau, sajadahnya tidak bagus, tempat wudhu yang kotor juga dan segala permasalahan yang kita anggap biasa. Sepertinya pengelola memang hafal betul bahwa umat Islam itu kotor, tidak peduli dan memang begitulah Islam. Padahal Rasulullah mengajarkan Islam dengan kebersihan, keindahan dan kesucian, tetapi tidak satupun kita perbah mengangkat masalah ini karena kita juga tidak peduli.

Cobalah kita melihat fasilitas di sebuah Mall di Jakarta, Plaza Senayan, Mall kelas atas dengan semua yang ada. Musholla yang ada demikian direncanakan(bukan seperti yang lain yang membuat musholla disudut yang tidak terpakai), design yang setara dengan fasilotas lain di gedung, indah, nyaman dan mewah. Kenapa Plaza Senayan bisa tetapi 99,999% tempat umumnya tidak bisa ya, padahal kalau dipikir Plaza Senayan mungkin tidak perlu membuat Musholla sebagus itu orang juga akan datang.

Sikap ini yang perlu kita kritisi di umat Muslim, bagaimana memandang Islam dari perspektif keindahan apalagi dalam menghadap Alloh. Mungkin ada tempat umum lain seperti Plaza Senayan yang saya tidak tau, tetapi sangat banyak tempat yang seperti Hotel di Bintang 4 di Batam tersebut dan lebih banyak lagi tempat yang lebih parah. Kita harus mulai mencintai Islam sepenuh hati, kita harus peduli pada hal-hal ini, jangan anggap kecil keindahan terhadap sebuah ibadah, karena kita juga tidak mau diperjelek apabila itu menimpa kita. Kita tidak mau pasangan kita menemui kita di tempat pembuangan sampah dengan baju lusuh, kita maunya bertemu di restoran mewah dengan baju yang indah.

Tapi kenapa kita rela bertemu Alloh di Musholla kumuh, kotor, bau dan tidak indah serta berpakaian pas-pasan? Mungkin karena kita berfikir ”ah daripada nggak Sholat!”. Yok kita berubah dari kita sendiri, mulai Sholat dengan pakaian yang pantas agar Alloh mau memilih kita menjadi KekasihNYA, dan mulai darimkita juga mengkritisi sarana ibadah kita sehingga kita bisa bertemu Alloh ditempat yang indah. Kita mulai saat ini juga, mulai bersama-sama dari diri kita sendiri untuk peduli terhadap hal ini.

Friday, December 12, 2008

Ikhlas: Sebuah Cerita Nyata

Cerita ini terjadi pada kolega saya sekitar tahun 2006 yang lalu di sebuah Kota di Pulau Jawa. Disebuah keluarga yang bahagia hidup sebuah keluarga yang harmonis dengan status social yang lumayan mapan dengan anak-anak yang telah tumbuh dewasa dan mandiri dengan pekerjaan masing-masing. Kehidupan bertetanggapun dijalankan dengan baik, rumah keluarga tersebut menjadi tempat berkumpul untuk arisan, mengaji anak-anak dan keamanan kampungpun berkumpul akrab setiap malam. Memang kondisi yang terlihat bahwa keluarga ini hidup dikompleks mewah yang bertetangga dengan warga asli yang sederhana.



Saling menolong dengan memberikan pekerjaan, sedekah sembako dan menghidupi warga miskinpun dilakukan karena keluarga ini cukup peduli dengan lingkungan sekitar, singkat kata semua warga mengenal budi pekerti dan kedermawanan keluarga ini yang sangat ringan tangan dan hati dalam membantu. Didalam keluarga inipun ada beberapa pembantu dan seorang sopir yang melayani kebutuhan keluarga ini, sepertinya mereka juga mendapatkan perlakuan yang baik karena telah ikut sejak lama.



Sampai terjadi kejadian luar biasa pada hari tersebut, rumah keluarga ini dirampok oleh sekawanan bersenjata. Ibu tua yang ramah itu disekap dengan diikat tangannya dan ditutup kepalanya, cucunya yang masih 3 tahun hanya bias mengis, pembantunya juga disekap ditempat yang berbeda. Dalam 15 menit kejadian hilang semua harta mereka oleh 10 orang bertopeng dan bersenjata. Modusnya dengan memakai mobil yang mirip mobil keluarga tersebut dan kejadian pada pukul 13.00 WIB.



Akibat kejadian itu sang Ibu Tua mengalami trauma setiap siang, ketakutan yang dalam, wargapun terkejut, kenapa ada yang tega merampok keluarga itu. Setelah diusut ternyata diketahui dalang perampokan adalah pembantunya dan suami si pembantu yang tidak lain mantan sopir pribadi keluarga tersebut, ini dibuktikan dari sms setelah kejadian.



Yang mengherankan si ibu Tua masih terus membela dengan rsa tidak percaya karena dia kenal betul si pembantu, tetapi seluruh keluarganya meyakinkan Ibu ini bahwa dia adalah dalang karena semua alibi bisa dibuktikan. Dan akhirnya diproses secara hukum mengenai kejadian ini.



Saya sempat berbicara dengan rasa prihatin dan empati kepada ibu ini, dengan bahasa yang coba membesarkan hatinya agar tabah menghadapi cobaan ini. Tetapi satu hikmah besar yang saya adapt ketika dia berbicara dengan tegar dan tersenyum bahwa bukan harta hilang yang dia takutkan, karena dia mengatakan dulu saya lahir tidak membawa apa-apa, dan dulu saya bukan lahir dari keluarga kaya, jadi kenapa harus takut untuk kehilangan. Allah hanya mau menguji kita.



Yang lebih hebat ketika saya bertanya tentang si pembantu yang menjadi dalangnya, dia berkata : ” Saya kaget melihat kenyataan, dan ada rasa kecewa. Tetapi itu yang saya takutkan, dia sudah ikut saya lama sekali, denga kejadian ini saya paling takut ketika saya harus ada perasaan marah kepada dia dengan mengingat apa yang telah saya berikan. Saya takut apa yang telah saya korbankan, saya berikan kepada dia menjadi tidak ikhlas karena dengan kejadian ini saya kemudian akan mengatakan, DASAR TIDAK TAU DIUNTUNG, atau KURANG AJAR atau kata-kata lain untuk orang yang emosi. Ini artinya jika saya ucapkan maka apa yang saya lakukan dulu terhadap di tidak Ikhlas dan bukan karena Allah. Saya hanya berusaha untuk mencoba tidak mebghilangkan keikhlasan saya terhadap dia walau apapun yang dia lakukan. Samapai sekarang saya masih akan mempekerjakan dia sebagai pembantu saya, karena saya akan mempertahankan perasaan ikhlas sebagai Mahluk Alloh, mungkin dia sedang khilaf. Intinya jangan sampai saya kehilangan pahala keikhlasan selama beberapa tahun hanya karena Alloh menguji saya lewat dia”



Wau, sebuah perkataan yang tidak pernah saya sangka akan keluar, yang saya bayangkan orang marah, kecewa, memaki dan segala hal lainnya. Tetapi ibu ini mengekedepankan sebuah keikhlasan yang tinggi, dengan takut kepada semua yang dia berikan untuk menolong pembantunya selama ini akan sirna karena kehilangan harta dan terancam nyawanya oleh ulah si Pembantu.



Mampukah kita berbuat ikhlas seperti ini, apa yang kita berikan kepada orang lain, walaupun orang itu todak bisa balas budi bahkan malah akan membunuh, menyakiti dan merusak kita? Ikhlas itu karena Alloh, bukan karena akan dibilang baik oleh seseorang, bukan karena akan menanam budi kepada seseorang dan bukan karena pamrih lainnya. Hari itu saya belajar banyak dari seorang yang berperang sebagai manusia biasa dengan berusaha tetap ikhlas walau dikhianati oleh orang kepercayannya. Hari itu juga saya melihat sebuah ketakutan yang haqiqi terhadapa Alloh, bukan ketakutan pada kemiskinan, hormat dan menjadi budak amarah.



Mungkin kita susah untuk meniru tapi marilah kita mulai menolong satu sama alain dengan niat bahwa kita adalah sama-sama manusia ciptaan Alloh, bukan menolong karena berharap ada pamrih, dan kita coba berubah dari sekarang.