Friday, December 12, 2008

Ikhlas: Sebuah Cerita Nyata

Cerita ini terjadi pada kolega saya sekitar tahun 2006 yang lalu di sebuah Kota di Pulau Jawa. Disebuah keluarga yang bahagia hidup sebuah keluarga yang harmonis dengan status social yang lumayan mapan dengan anak-anak yang telah tumbuh dewasa dan mandiri dengan pekerjaan masing-masing. Kehidupan bertetanggapun dijalankan dengan baik, rumah keluarga tersebut menjadi tempat berkumpul untuk arisan, mengaji anak-anak dan keamanan kampungpun berkumpul akrab setiap malam. Memang kondisi yang terlihat bahwa keluarga ini hidup dikompleks mewah yang bertetangga dengan warga asli yang sederhana.



Saling menolong dengan memberikan pekerjaan, sedekah sembako dan menghidupi warga miskinpun dilakukan karena keluarga ini cukup peduli dengan lingkungan sekitar, singkat kata semua warga mengenal budi pekerti dan kedermawanan keluarga ini yang sangat ringan tangan dan hati dalam membantu. Didalam keluarga inipun ada beberapa pembantu dan seorang sopir yang melayani kebutuhan keluarga ini, sepertinya mereka juga mendapatkan perlakuan yang baik karena telah ikut sejak lama.



Sampai terjadi kejadian luar biasa pada hari tersebut, rumah keluarga ini dirampok oleh sekawanan bersenjata. Ibu tua yang ramah itu disekap dengan diikat tangannya dan ditutup kepalanya, cucunya yang masih 3 tahun hanya bias mengis, pembantunya juga disekap ditempat yang berbeda. Dalam 15 menit kejadian hilang semua harta mereka oleh 10 orang bertopeng dan bersenjata. Modusnya dengan memakai mobil yang mirip mobil keluarga tersebut dan kejadian pada pukul 13.00 WIB.



Akibat kejadian itu sang Ibu Tua mengalami trauma setiap siang, ketakutan yang dalam, wargapun terkejut, kenapa ada yang tega merampok keluarga itu. Setelah diusut ternyata diketahui dalang perampokan adalah pembantunya dan suami si pembantu yang tidak lain mantan sopir pribadi keluarga tersebut, ini dibuktikan dari sms setelah kejadian.



Yang mengherankan si ibu Tua masih terus membela dengan rsa tidak percaya karena dia kenal betul si pembantu, tetapi seluruh keluarganya meyakinkan Ibu ini bahwa dia adalah dalang karena semua alibi bisa dibuktikan. Dan akhirnya diproses secara hukum mengenai kejadian ini.



Saya sempat berbicara dengan rasa prihatin dan empati kepada ibu ini, dengan bahasa yang coba membesarkan hatinya agar tabah menghadapi cobaan ini. Tetapi satu hikmah besar yang saya adapt ketika dia berbicara dengan tegar dan tersenyum bahwa bukan harta hilang yang dia takutkan, karena dia mengatakan dulu saya lahir tidak membawa apa-apa, dan dulu saya bukan lahir dari keluarga kaya, jadi kenapa harus takut untuk kehilangan. Allah hanya mau menguji kita.



Yang lebih hebat ketika saya bertanya tentang si pembantu yang menjadi dalangnya, dia berkata : ” Saya kaget melihat kenyataan, dan ada rasa kecewa. Tetapi itu yang saya takutkan, dia sudah ikut saya lama sekali, denga kejadian ini saya paling takut ketika saya harus ada perasaan marah kepada dia dengan mengingat apa yang telah saya berikan. Saya takut apa yang telah saya korbankan, saya berikan kepada dia menjadi tidak ikhlas karena dengan kejadian ini saya kemudian akan mengatakan, DASAR TIDAK TAU DIUNTUNG, atau KURANG AJAR atau kata-kata lain untuk orang yang emosi. Ini artinya jika saya ucapkan maka apa yang saya lakukan dulu terhadap di tidak Ikhlas dan bukan karena Allah. Saya hanya berusaha untuk mencoba tidak mebghilangkan keikhlasan saya terhadap dia walau apapun yang dia lakukan. Samapai sekarang saya masih akan mempekerjakan dia sebagai pembantu saya, karena saya akan mempertahankan perasaan ikhlas sebagai Mahluk Alloh, mungkin dia sedang khilaf. Intinya jangan sampai saya kehilangan pahala keikhlasan selama beberapa tahun hanya karena Alloh menguji saya lewat dia”



Wau, sebuah perkataan yang tidak pernah saya sangka akan keluar, yang saya bayangkan orang marah, kecewa, memaki dan segala hal lainnya. Tetapi ibu ini mengekedepankan sebuah keikhlasan yang tinggi, dengan takut kepada semua yang dia berikan untuk menolong pembantunya selama ini akan sirna karena kehilangan harta dan terancam nyawanya oleh ulah si Pembantu.



Mampukah kita berbuat ikhlas seperti ini, apa yang kita berikan kepada orang lain, walaupun orang itu todak bisa balas budi bahkan malah akan membunuh, menyakiti dan merusak kita? Ikhlas itu karena Alloh, bukan karena akan dibilang baik oleh seseorang, bukan karena akan menanam budi kepada seseorang dan bukan karena pamrih lainnya. Hari itu saya belajar banyak dari seorang yang berperang sebagai manusia biasa dengan berusaha tetap ikhlas walau dikhianati oleh orang kepercayannya. Hari itu juga saya melihat sebuah ketakutan yang haqiqi terhadapa Alloh, bukan ketakutan pada kemiskinan, hormat dan menjadi budak amarah.



Mungkin kita susah untuk meniru tapi marilah kita mulai menolong satu sama alain dengan niat bahwa kita adalah sama-sama manusia ciptaan Alloh, bukan menolong karena berharap ada pamrih, dan kita coba berubah dari sekarang.

No comments: