
Beberapa hari yang lalu, ada seorang sahabat terkena masalah yang cukup rumit. Dia adalah seorang yang mendapatkan amanah memimpin 100 orang lebih para pekerja di lapangan yang membutuhkan sebuah skill dan keberanian karena terlambat 1 menit saja akan mengakibatkan kesalahan yang fatal, itulah deskripsi pekerjaannya. Masalah yang dihadapi adalah, dia baru sebagai pemimpin didivisi itu, dan dalam 2 bulan masa kepemimpinannya dia digoyang sebuah petisi dari 100 orang anak buahnya sendiri yang meragukan dan meintanya diganti. Dengan berbagai alasan, dari mulai penggelapan pendukung, korupsi, tidak memperhatikan kesejahteraan sampai pada tindakan yang tidak manusiawi.
Sahabatku ini pusing 7 keliling dengan masalah ini dan berniat menemui saya untuk curhat masalahnya. Akhirnya kami bertemu di satu tempat cucian mobil yang tempat nongkrongnya asyik punya buat ngobrol. Mulailah pembicaraan dengan starting point adalah rasa ditindas sahabatku oleh karena ulah anak buahnya.
“Bayangkan Den, aku udah mengusahakan semua kesejahteraan mereka. Dari atribut itu pake uangku sendiri. Seragam juga aku gak tau gimana buat ngelunasin, yang penting mereka senang. THR juga aku udah siapin, walaupun nyari duitnya sampemampus!!!” Sambil berapi-api dia berbicara.”Ta[I apa yang aku dapat??? Bukan rasa terimakasih, malah mereka semua memfitnah aku dengan keji!”dia menyambung rasa kesalnya.
”Aku tau siapa dalangnya, ada anak buahku yang paling senior, Cuma gara-gara tidak dapat promosi dia yang manas2in yang lain. Satunya, gara-gara aku motong mainannya, dia jadi terganggu. Abis bininya udah 3!”Terus dia ngomel dan bercerita, sementara aku Cuma mendengarnya saja dengan serius.
Kemuadian aku mulai bertanya, ”Atasan gimana mendengar ini? Percaya sama siapa mereka, sama Mas atau sama anak buah Mas?” tanyaku untuk memastikan bahwa apa yang menjadi tuntutan anak buahnya adalah fitnah, tetapi aku coba memakai atasannya untuk mengetahui jawabannya.
”Sudah!” jawabnya ”dan mereka bahkan mendukung, mereka bilang, ini semua buat ngejatuhin saya saja dan saya harus kuat. Berbuat baik memang harus kuat, apalagi memberantas korupsi. Ini resikonya!” jawab dia.
”Ooh, gitu Mas, Kalo gitu amanlah” Aku mulai bicara.
“Mas, aku punya cerita, mau denger gak?” aku bertanya kepada dia untuk memastikan bahwa sekarang saatku berkomentar. Dia mengiyakan dan mulailah aku bercerita hal yang berhubungan dengan fitnah.
Aku kemudian menceritakan mengenai sebuah fitnah besar yang menyerbu kehidupan sosial masyarakat Madinah pada jaman Rasulullah. Tidak tanggung-tanggung, yang difitnah adalah keluarga Rasulullah Saw. Yaitu tuduhan kaum munafik terhadap Ibunda Aisyah ra dan sahabat Shafwan bin Muaththal ra. Para ilmuwan dan para sejarahwan merekam kejadian ini. Seperti apa yang diriwayatkan Imam Bukhari dari cerita Urwah bin Zubeir terhadap apa yang menimpa bibinya (Aisyah). Fitnah ini terjadi pasca perang Bani Musthaliq pada bulan Sya’ban tahun 5 H. Rasulullah menyertakan Aisyah ra untuk menemani beliau berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau.
Dalam perjalanan kembali ke Madinah para pasukan beristirahat. Aisyah keluar dari sekedup untanya untuk sebuah keperluan, kemudian kembali lagi. Namun, tiba-tiba beliau merasa kehilangan kalungnya. Maka segera beliau turun kembali dan mencari kalung tersebut. Semantara para pasukan bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Mereka mengira Aisyah sudah berada di dalam sekedupnya. Maka mereka berjalan. Ketika Aisyah kembali ia telah ditinggal rombongan. Beliau berharap pasukan mengetahui bahwa sekedup itu kosong dan kembali menjemputnya. Aisyah pun menunggu hingga tertidur.
Kebetulah ada seorang sahabat, Shofwan bin Muaththal lewat. Beliau heran melihat dari jauh ada seseorang tertidur sendirian. Alangkah terkejutnya setelah beliau tahu bahwa orang tersebut adalah Aisyah, istri Rasulullah saw. Reflek Shofwan beristirja’ (mengatakan: `innâ lilLâhi wa innâ `ilaihi râji’ûn). Aisyah terbangun juga karena terkejut. Dan mereka sama sekali tidak keluar kata-kata kecuali hanya ucapan Shafwan tersebut. Kemudian Shafwan mempersilakan Aisyah mengendarai untanya, dan Shafwan pun menuntunnya hingga mereka tiba di Madinah.
Orang-orang yang melihat mereka memasuki Madinah dengan penafsiran masing-masing, hingga terdengar desas-desus yang kurang mengenakkan keluarga Rasulullah. Kemudian kaum munafik menyulut fitnah ini dan menjadi besar kemudian mengerucut tuduhan selingkuh kepada Aisyah ra. Sehingga menimbulkan prahara fitnah di tengah kaum muslimin.
Rasul pun gundah. Dan Aisyah kembali ke rumah orang tuanya untuk meredakan fitnah ini. Urwah menuturkan perkataan bibinya yang dirundung kesedihan yang sangat hingga kehabisan air mata. Aisyah terus menerus berdoa agar Allah membebaskannya. Sebagian kaum muslimin ada yang termakan oleh fitnah ini. Hingga turunlah ayat-ayat pembebasan terhadap ibunda Aisyah yang suci dari tuduhan keji kaum munafik.
Orang-orang itu menganggap desas-desus ini sesuatu yang remeh, namun Allah menganggapnya sebuah dosa yang besar. Apalagi mereka tidak pernah mendatangkan empat orang saksi. Maka mereka, para penuduh itu bagi Allah adalah sebesar-besar pendusta. Allah mengancam orang-orang yang menyulut fitnah ini dengan hukuman yang pedih dan di akhirat. Serta membebaskan keguncangan sosial ini.
Rasulpun memerintahkan hukuman cambuk kepada sebagian sahabatnya yang terpancing dengan tuduhan ini. Mereka kembali diterima persaksiannya setelah mereka bertobat. Kecuali orang-orang munafik yang bersembunyi dari hukum Allah. Kelak Allah akan membuka tabir kebusukan mereka.
Bahkan sampai-sampai Abu Bakar geram dengan salah seorang keluarganya yang miskin yang dikafilnya ikut terlibat dan termakan fitnah tersebut, yaitu Masthah bin Utsatsah. Beliau bersumpah untuk tidak mengafilnya lagi namun Allah menegurnya, ”Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Annur: 22)
Dan kalam Allah benar-benar tegas meneguhkan kesucian orang-orang yang benar-benar dikenal baik dan sama sekali tak terpikir sama sekali untuk melakukan perbuatan keji. ”Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah (dari berpikir untuk berbuat zina), lagi beriman, mereka terkena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. Annur : 23). Terlebih bila kita mau menadabburi ayat Allah dengan pemaknaan yang dalam pada ayat 26, ”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).”
Aku kemudian bertanya kepada sahabatku, “ Mas, initnya bahwa Rasulullah, Janunungan kita saja mendapatkan cobaan fitnah dari Allah SWT. Kok kita berharap gak dapat cobaan semacam itu?. Kalo mau dibandingkan, kita bukan apa-apanya Rasulullah, tapi Baginda Rasul mampu melewati dengan tabah, padahal dosa saja Beliau terjaga” aku mulai menyakinkan dia.
“Yang akan menyelesaikan adalah waktu, tapi kita yang difitnah harus tabah, sabar dan ikhlas Mas. Gak mungkin manusia seperti kita tidak kena cobaan, tapi Allah akan membuktikan bahwa selama kita benar kita akan dijaga dalam kebenaran. Tenang aja Mas, Fitnah itu pernah menimpa Rasulullah, jadi kita juga harus siap. Ok Mas!” kata ku kepada sahabatku. Dan dial antas tersenyum mendengar ceritaku dan dia bilang, Den pinjem dong buku yang cerita tentang ini tadi, kayaknya aku harus baca banyak tentang sejarah Rasulullah. Alahamdulillah temanku mau belajar lagi tentang Junjungan Besar Kita, Nabi Muhammad SAW.

No comments:
Post a Comment